Tulisan utama di dalam buku ini bercerita tentang nasib buruk para penemu intan Trisakti (166,75 karat) pada tahun 1965. Intan Trisakti yang mereka peroleh sebagai hasil kerja keras yang banyak menguras dana, tenaga, pikiran, dan perasaan selama bertahun-tahun harus dipersembahkan sebagai tanda bakti warga negara kepada pemerintah orde lama. Pemerintah orde lama kemudian memberikan uang balas jasa yang sepadan kepada 43 orang penemu Intan Trisakti. Uang balas jasa yang sepadan menurut versi pemerintah orde lama ketika itu adalah Rp 3,5 juta. Dari uang balas jasa itu, Rp 960 ribu di antaranya disetorkan ke bank untuk membayar ongkos naik haji atas nama mereka, istri/suami, dan orang lain yang mereka ajak serta dengan jumlah keseluruhan 86 orang. Sisanya Rp. 2.540.000,00 dibagi rata sesuai dengan porsinya masing-masing. Namun, uang sebesar itu menjadi tidak berarti karena tidak lama kemudian terjadilah sanering. Uang Rp 1.000,00 berubah nilainya menjadi Rp 1,00. Selain memuat tulisan utama di atas, buku ini juga memuat lima subjudul tulisan lain yang juga bertemakan tentang kegiatan pendulangan intan di Kalsel, yakni Catatan Kronologis Penemuan 27 Butir Intan di Kalsel 1809--2009, Daftar Rekor Fisik 27 Butir Intan Kalsel, Kamus Profil 27 Intan Kalsel, Pengalaman Pribadi sebagai Pendulang Intan, dan Mendulang Intan Tak Lagi Menjanjikan.
Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu by Agus Sunyoto